Sabtu, 14 September 2013

Kebudayaan Fashion Masa Kini

Semua perbincangan mengenai fashion dalam berbagai perspektif; seperti fashion sebagai imitasi, dan sebagai sesuatu yang mengubah fenomena secara irrasional seringkali dihubungkan  dengan perempuan, menolak sifat sistemik dari produksi fashion, namun mereka menetapkan tahapan untuk perbincangan lebih jauh soal fashion. Tulisan-tulisan mengenai fashion dalam media massa hari ini didominasi oleh para ahli, khususnya para sosiolog, karena mereka meragukan legitimasi subjek yang diyakini sebagai sesuatu yang sesaat dan tanpa pemikiran rasional. Apa yang disarankan oleh kalangan sosiolog fashion pada projek analisis kbudayaan adalah difokuskan pada institusi fashion dan relasi sosial diantara para profesional fashion, diferensiasi sosial antara kelompok-kelompok desainer, status mereka, etnis mereka dan sistem fashion di seluruh dunia. Sosiologi kebudayaan-lah yang kemudian memperkenalkan pentingnya perhatian lebih banyak pada proses sosial secara struktural dari produksi dan konsumsi kebudayaan. Ia beroperasi dengan pemhaman institusi sosial dan simbol-simbol kultural, yang meliputi aktivitas dan objek-objek yang ditandai melalui kebudayaan (objects signified through culture). Maka ia memungkinkan interpretasi fitur-fitur struktural dari kehidupan kultural.
Dalam studi kebudayaan, penting untuk memahami tidak hanya proses teknis dan pengaturan pengelolaan dan distribusi fenomena kultural tetapi juga kebudayaan melalui produk yang telah dibubuhi makna. Kita perlu mengungkap bagaimana produk ini disirkulasi, bagaimana mereka dibubuhi makna tertentu dalam konteks sejumlah produksi yang berbeda-beda—relasi konsumsi. Oleh karena itu, saya melihat fashion sebagai praktik kebudayaan serta sebagai produk simbolik. Kebudayaan adalah alat yang dijadikan orang untuk menciptakan dunia yang bermakna dimana kita hidup. Dunia kultural ini dikonstruksi melalui interpretasi, pengalaman dan aktivitas yang melaluinya benda-benda material diproduksi dan dikonsumsi. Perspektif ini menempatkan kebudayaan dalam institusi sosial dan kultural secara kongkrit.
priyonisme
Oleh karenanya, dalam studi kebudayaan, fashion dapat dianggap sebagai objek yang diciptakan secara kultural, kalangan sosiolog yang meneliti fashion dapat mempelajari lebih banyak dari mereka yang menganalisis institusi kultural yang memproduksi simbol, seperti seni, sains dan agama. Objek-objek kebudayaan dapat dianalisis dari prespektif konsumsi dan produksi. Demikian pula, pembahasan fashion bisa dalam perspektif konsumsi dan identitas personal, dan dapat pula pada produksi dan distribusi kolektif. Seperti sosiolog kebudayaan yang memfokuskan pada prespektif produksi kebudayaan, seperti pada produksi kesenian dan sastra, Kawamura (2005: 32) membahas produksi budaya fashion yang didukung oleh sistem fashion dimana individu, organisasi dan institusi tempat mereka berada.
Fashion resmi dikaji sebagai objek kultural simbolik dan sebagai benda yang diciptakan didalam dan oleh organisasi sosial. Produksi simbol menempatkan penekanan pada aktivitas dinamis sebuah institusi. Institusi kebudayaan mendukung produksi simbol-simbol baru. Proses produksi itu sendiri merupakan fenomena kultural yang di dalamnya mereka merupakan kombinasi praktik yang mengkonstruksi cara-cara tertentu bagi individu untuk menyusun dan menempatkan diri mereka dalam konteks organisasi.

Apakah fashion seni atau bukan telah banyak diperdebatkan, namun ia mengikuti apa yang telah dipostulatkan oleh para sosiolog (Becker 1982; Bourdieu dan Delsaut 1975; White dan White 1993(1965); Wolff 1983, 1993; Zolberg 1990). Para pakar yang memulai dari premis bahwa seni semestinya dikonekstualisasi dalam term ruang dan waktu yang mengarahkan perhatian pada relasi seniman dengan karyanya pada pertimbangan extra-aesthetic (Zolberg 1990). Bourdieu (1984) dan Becker (1982) menganalisis konstruksi sosial gagasan dan nilai-nilai estetika dan memfokuskan pada proses kreasi, produksi, institusi dan organisasi. Dalam perspektif ini, sebuah karya seni merupakan proses yang melibatkan kolaborasi lebih dari satu pelaku dan bekerja melalui institusi sosial tertentu. Seperti halnya seni, fashion adalah karakter sosial, yang memiliki basis sosial dan berada dalam konteks sosial. Selain itu, ia melibatkan sejumlah orang. Seperti fenomena sosial lainnya, fashion tidak dapat diinterpretasi secara terpisah dari konteks sosialnya, dan sangat sedikit yang berusaha melihat pada seting organisasi dimana sebuah fashion diproduksi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar