Kamis, 25 Oktober 2012

Kematangan Beragama (Mature Religion)

Manusia dalam hidupnya mengalami dua macam perkembangan, dua perkembangan tersebut meliputi perkembangan jasmani dan perkembangan rohani. Perkembangan jasmani bisa di ukur berdasarkan umur, puncak perkembangan jasmani yang dicapai seseorang biasanya disebut dengan kedewasaan. Sebaliknya, jika perkembangan rohani diukur dengan tingkat kemampuan (abilitas). Pencapaian tingkat abilitas tertentu bagi perkembangan rohani disebut dengan istilah kematangan (maturity).
Kematangan beragama adalah proses tertinggi dimana manusia mengalami matang beragama atau kematangan dalam beragama. Proses perkembangan kematangan keagamaan manusia tidak akan pernah selesai, seperti proses perkembangan fisik yang terjadi dalam diri manusia, akan tetapi  kedewasaan jasmani manusia tidak dapat dijadikan ukuran atau dijadikan jaminan bahwa seseorang tersebut telah mencapai kematangan beragama, sebab proses perkembangan agama manusia tidak pernah selesai dan proses perkembangan kematangan keagamaan tersebut tidak hanya bertumpu pada seseuatu yang positif saja tetapi juga negatif, memang secara normal, seseorang yang telah mencapai kedewasaan akan memiliki pula kematangan rohani seperti kematangan berpikir, kepribadian maupun kematangan emosi. Tetapi relasi antara kematangan jasmani dan rohani kadang tidak berjalan sejajar. Secara fisik mungkin seseorang yang telah mencapai tingkat kematangan jasmani telah di anggap dewasa akan tetapi tingkat kematangan rohani belum tentu demikian.
Kematangan beragama manusia dapat terlihat dari kemampuan seseorang untuk memahami, menghayati serta mengaplikasikan nilai-nilai luhur agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari. Jika seseorang menganut suatu kepercayaan yakni berupa agama karena menurut keyakinannya agama tersebutlah yang terbaik dan ia juga berusaha untuk selalu menjadi penganut yang baik. Keyakinan itu ditampilkannya dalam sikap dan tingkah laku keagamaan yang mencerminkan ketaatan terhadap agamanya.
Sebaliknya, dalam kehidupan tak jarang dijumpai beberapa orang yang taat beragama dilatar belakangi oleh berbagai pengalaman agama serta tipe kepribadian masing-masing. Kondisi seperti itu menurut ahli psikologi agama mempengaruhi sikap keagamaan seseorang. Dengan demikian, pengaruh tersebut secara umum memberikan ciri-ciri tersendiri dalam sikap keberagamaan masing-masing, seperti ciri-ciri yang dipaparkan oleh wieman, adapun ciri-ciri tersebut adalah:
Tujuan layak ditinjau dari segi kemanusiaan : Loyalitas yang sempurna, Efisien dalam mencapai tujuan, Sensitif dalam memandang nilai. Loyalitas yang terus tumbuh, Loyalitas yang secara sosial efektif

Ciri-ciri yang telah Wieman gambarkan tersebut lebih bertumpu pada rasa atau jiwa sosial yang tinggi, sebab jika seseorang yang telah mencapai proses tertinggi pengalaman keagamaannya pasti ia akan berusaha untuk menghayati dan memahami ajaran-ajaran agamanya kemudian mengaplikasikannya dalam hidup bersosial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar